#Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LALIMPALA Univ. Tadulako Palu Sulawesi Tengah-Indonesia# Selamatkan Bumi Indonesia hari ini dan mulai dari lingkungan kita sendiri#Save Our Earth

Selasa, 21 Oktober 2014

Lomba Total Orienteering (LTO)



Tentang Orienteering
   
“Orienteering”. Kata ini mungkin belum akrab di telinga masyarakat umum, yang sering terdengar mungkin kata “Orientasi”, namun pada dasarnya kedua kata ini mempunyai makna yang sama, karena memang orientasi adalah kata serapan dari bahasa Inggris. Bedanya “Orientasi” adalah kata benda sementara “Orienteering” adalah kata aktif (verba) yang bermakna “Ber-Orientasi”.

Orienteering sendiri adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mengetahui posisinya dan mengetahui posisi tujuannya agar tidak tersesat atau kehilangan orientasi. Orienteering awalnya digunakan oleh militer negara kawasan Skandinavia (Swedia, Norwegia, dan Finlandia) sebagai metode latihan peta dan kompas pada pertengahan tahun 1880an. Kemampuan orientasi sangat penting bagi militer sebab dalam tugasnya mereka kerap memasuki hutan atau wilayah musuh yang belum pernah dimasuki sebelumnya.

Pada perkembangannya, kemampuan orienteering mulai dilombakan. Kompetisi orienteering pertama diselenggarakan antar-kesatuan militer di Swedia dan Norwegia tahun 1895. Kemudian diikuti kompetisi orienteering secara umum pertama kali tahun 1897. Pada tahun 1961 Federasi Orienteering Nasional (IOF) berdiri, 12 tahun kemudian tepatnya tahun 1977 orienteering diakui sebagai cabang olahraga di Olimpiade.

Di Indonesia lomba orienteering pertama diselenggarakan tahun 1988 oleh Wanadri Komisariat. Tahun 2001 Federasi Orienteering Nasional Indonesia (FONI) dideklarasikan, hingga saat ini FONI sudah memiliki agenda lomba orienteering tiap tahunnya.
LTO 3 Nasional 2011

Lomba LTO Mapala Lalimpala

Lantas bagaimana dengan Lomba Total Orienteering (LTO). Lomba ini diselenggarakan oleh Mapala Lalimpala FKIP Univ. Tadulako, Sulawesi Tengah. Lomba ini pertama kali diadakan tahun 2007 kemudian diagendakan setiap 2 tahun sekali. Orienteering sebelumnya sudah dilombakan oleh beberapa lembaga kepecinta alaman di Sulawesi Tengah.

Sesuai namanya, konsep LTO muncul untuk mendorong peserta agar mengaplikasikan pengetahuan peta dan kompas yang mereka miliki. Lomba ini berusaha sebisa mungkin meminimalisir faktor keberuntungan, mengurangi peluang spekulasi atau saling mengekor antar peserta. Bersamaan dengan itu LTO mempertegas bahwa penguasaan medan juga perlu perhitungan tepat bukan sekedar spekulasi.

Dinamika LTO

Pada event ke dua tahun 2009 tim teknis mencoba mempelajari standar lomba yang ditetapkan oleh FONI. Tim teknis pun telah berkomunikasi dengan salah satu tokoh FONI, Julian Manopo untuk menjelaskan bentuk lomba LTO. Dari hasil diskusi panjang, diputuskan bahwa LTO akan tetap menawarkan bentuk lomba orienteering yang total, meski agak berbeda dengan FONI.

Setelah menerima berbagai masukkan dari beberapa pihak dan melihat hasil evaluasi dari beberapa lomba sebelumnya, tim teknis LTO 4 Nasional tahun 2014 berusaha memberi pilihan fleksibel kepada peserta. Untuk mengakomodir teman-teman di luar pulau Sulawesi yang umumnya memakai system navigasi UTM Grid, tim teknis melakukan terobosan dengan mengakomodir 2 bentuk system navigasi: Geografis dan UTM Grid. Beberapa bentuk lomba FONI sebagai federasi orienteering tingkat nasional dan IOF di tingkat internasional pun coba diadaptasi. Olehnya pada LTO 4 bentuk etape dikenalkan untuk pertama kali untuk mengakomodir beberapa bentuk lomba FONI. Sementara LTO dilaksanakan di etape 3 dengan ciri khasnya sendiri.

Formulir LTO 4 Nasional 2014

Karakter LTO

Ada beberapa karakter yang membedakan LTO dengan lomba orienteering yang diselenggarakan oleh FONI.
1. Peserta berbentuk tim. Satu tim terdiri dari dua orang
2. Peserta melakukan orienteering dengan alat navigasi manual. Tidak diperkenankan membawa
    dan menggunakan alat navigasi digital.
3. Lomba ini memakai peta topografi tanpa ada tanda apa pun dari panitia (peta buta). Tidak ada  
    tanda titik start, titik pos, atau pun titik finish.
4. Peserta hanya dibekali peta dan titik koordinat (Geografis atau UTM Grid)
5. Pos-pos yang akan dituju dibagi dalam beberapa grup
6. Di titik start peserta akan mengundi grup pos yang akan mereka selesaikan pertama
7. Setelah menyelesaikan pos dalam grup pertama, peserta akan melakukan re-grouping untuk
    mendapatkan titik koordinat pos-pos di grup selanjutnya.
8. Pos-pos disemua grup tidak ditempatkan dalam deretan lurus (liniear) namun disebar acak.
    Olehnya banyak pos yang letaknya berdekatan namun beda grup.
9. Peserta yang salah masuk pos tidak akan diregistrasi oleh penjaga pos. Olehnya dalam beberapa
    lomba sebelumnya peserta memunculkan istilah SMP (Salah Masuk Pos).


Dengan bentuk seperti itu LTO diharapkan dapat menjadi ajang para pegiat alam atau para navigator untuk mengasah kemampuan dengan meminimalisir spekulasi. Hingga saat ini tim teknis masih mencari cara untuk meniadakan penjaga pos. Registrasi pos dengan pelubang kertas seperti yang dipakai oleh FONI sempat terpikirkan, namun sistem grup dalam LTO menjadi kendala.

Tim teknis berharap LTO dapat menjadi ajang kompetisi orienteering alternatif untuk memperkaya bentuk lomba yang saat ini diselenggarakan oleh FONI. Dan diatas semua itu, melalui ajang-ajang kompetisi yang ada, Mapala Lalimpala berharap Orienteering dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas, dan para peminat dapat menjalin komunikasi dalam suasana kekeluargaan.

Salam “O”
Tim Teknis LTO 1/2007