“Daki Wajib Gunung Sidole 2009”
MAPALA LALIMPALA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO
Menguak Mitos “SIDOLE”
Gunung Sidole terletak pada perbatasan dua wilayah Kabupaten yaitu Donggala dan Parimo (Parigi-Mautong) tepatnya antara Kecamatan Sindue dan Kecamatan Ampibabo. Adapun lokasi Gunung Sidole masih kontroversial, hal ini disebabkan pada lembaran peta Tavaili oleh Bakosurtanal edisi I tahun 1991 lembar 2015-34, menerangkan bahwa puncak tertinggi adalah ‘Bulu’ Sinio (Gunung Sinio dalam bahasa Kaili), akan tetapi pada kenyataannya masyarakat setempat menyebutkan bahwa puncak tersebut adalah Bulu Semen, karena pada puncaknya terdapat tugu/triangulasi buatan tangan para pendahulu kita yang hidup pada masa kolonial Belanda di bumi Tadulako. Namun pada peta, Gunung Semen terletak tiga karvak ke arah selatan dari puncak Gunung Sinio, sedangkan yang kami kenal puncak tertinggi tersebut bernama Bulu Sidole atau Gunung Sidole dan bukanlah Gunung Sinio. Dalam beberapa kali Expedisi Buka Jalur yang berhasil dilakukan oleh tim dari Mapala Lalimpala, diperoleh bahwa lokasi titik koordinat puncak tersebut berada tepat di Gunung Sidole. Mengenai masalah identitas puncak-puncak kontroversial tersebut, menurut hemat kami hal tersebut terjadi dikarenakan kesalahan penempatan beberapa nama puncak pada lembar peta Tavaili khususnya antara puncak Sidole, Sinio, dan Semen. Hal tersebut diatas kami simpulkan dengan memperhatikan beberapa nama jalan di Kota Palu yang menggunakan nama dari sebagian puncak tertinggi di Sulawesi Tengah dan salah satunya ialah Gunung Sidole. Oleh karena itu, maka tim kali ini sepakat, menamakan Daki Wajib Gunung Sidole 2009 sesuai dengan program Mapala Lalimpala periode 2008/2009.
Dalam pendakian sebelumnya Tim dari Mapala Lalimpala telah beberapa kali merintis jalur pendakian yang berhasil menggapai puncak, yakni pertama pada tahun 1997, dari Desa Sidole (Pantai Timur) – Puncak yang memakan waktu 5 hari perjalanan. Kedua pada tahun 1998 yang start dan berakhir di lokasi yang sama. Ketiga pada tahun 2003 dari Desa Wani (Pantai Barat) – Puncak – Desa Towera (Pantai Timur) yang menggunakan sistem Himalayan Style dengan total 7 hari perjalanan. Keempat pada 11 Februari 2007 untuk melaksanakan kegiatan Buka Jalur Tetap Gunung Sidole menempuh rute Taripa – Puncak Sidole– Taripa (Alpine Style). Atas restu dari Dekan FKIP, Pembina, Ketua dan mereka-mereka yang kami cintai, personil tim yang terbentuk dan berjumlah 10 orang terdiri dari Fery, Ardiansyah, Dedi yang bertindak sebagai Pendamping Daki Wajib sedangkan Arifuddin, Mu’minah, Nila Pratiwi, Nirsam, Andi Akmar, Alam dan Febri sebagai peserta Daki wajib yag diketuai oleh Arifuddin. Berangkat untuk melakukan kegiatan Daki Wajib Gunung Sidole dalam rangkaian pengambilan Nomor Induk Lalimpala, tepatnya pada tanggal 31 Januari sampai tanggal 06 Februari 2009. Setelah kepala Desa Taripa memberi izin pendakian, maka pagi hari tanggal 31 Februari 2009 pukul 16.25 wita berbekal manajemen tim ala Lalimpala, traking dimulai dengan menyusuri Binangga Toaya (Sungai Toaya dalam bahasa Kaili) yang mengalir di wilayah desa Taripa dan tim juga melintasi perkebunan penduduk dengan tujuan Bulu Toposo. Tanaman khas pertanian masyarakat banyak dijumpai, utamanya durian yang sedang berbunga lebat pada bulan tersebut. Tim juga sempat mengisi kantong- kantong airnya di Sumur Lesung untuk persiapan kebutuhan makan malam di pos I. Keunikan yang dimilikinya ialah memiliki air yang sangat jernih dan berasal dari tanaman bambu yang banyak tumbuh disekitarnya, ukuran diameternya mencapai 50 X 50 Cm dengan kedalaman 60 Cm. Tim
Sugesti yang muncul dari pendakian-pendakian sebelumnya bahwa “perempuan” tidak akan pernah tembus sampai ke puncak jika melakukan pendakian di Gunung Sidole. Mulai dirasakan oleh tim pada hari kedua pendakian, tim mendapatkan trouble, yakni berputar-putar pada satu jalur yang sama dan tidak berpindah tempat. Seperti yang disampaikan oleh Andi Akmar saat itu, “kayaknya torang Cuma disini-sini terus. Ini kan tempat kita istirahat tadi, temen-teman ingatkan pohon ini”. Akhirnya tim memutuskan nge camp di dekat sungai kering untuk brifing membicarakan langkah yang akan diambil. Karena, merasa tersugesti oleh mitos perempuan tidak akan sampai puncak, maka Leader memutuskan melakukan kontak ke pos Induk (Base Camp Lalimpala) dan menceritakan kronologi masalah yang terjadi.
Setelah menganalisa informasi yang diterima, maka Tim Posko Induk memberikan motivasi dan pertimbangan jalur mana yang tepat menuju puncak dengan menggambarkanya melalui peta. Perlu diketahui bahwa sepanjang jalur pendakian Gunung Sidole, signal telpon genggam (Hp) sangat mendukung komunikasi tim pendakian sehingga tim tidak menggunakan lagi bantuan komunikasi seperti handy talky.
Setelah Tim menerima informasi dari posko induk maka tim mulai membakar dan
kembali membaca medan sebenarnya dengan gambaran medan yang ada di peta. Dengan begitu hari ketiga mereka dapat kembali melanjutkan perjalanan pada jalur yang tepat sesuai dengan rute jalur pendakian yang ada di peta. Merasakan lebatnya hutan primer khas Sulawesi serta medan yang mulai menanjak, sehingga tak pelak lagi membuat kami mengeluarkan peralatan khusus yang dimiliki untuk buka jalur ” tutur Arifuddin .
Tanggal 04 Februari 2009 tim berada di kaki puncak gunung sidole yakni di pos IV yang banyak dihuni oleh agas dan pacet (sebutan orang Palu) serta suhu yang dingin pada keinggian 1578 mdpl sangat mengganggu kenyamanan personil tim yang beristirahat memulihkan stamina. Dari 10 orang personil terdapat satu orang anggota tim yang merasa tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan, dan ternyata dia seorang perempuan (Mu’minah). Sesuai dengan sugesti mitos yang mereka ketahui maka mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Untuk memecahkan mitos tersebut maka tim pun bersikeras dengan perhitungan yang matang untuk memulai perjalan pada hari kelima pendakian, menuju puncak.
Suhu terasa beku dihari kedua tanggal 05 Februari 2009, kabut masih sibuk meletakan butir-butir embun pada dedaunan dan lumut. Mentari perlahan naik memberi salam pada tim Daki wajib untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Perjalanan dimulai pukul 08.00 WITA menyusuri hutan basah dengan vegetasi pepohonan damar. Motivasi, semangat, kebersamaan dan kemampuan pengetahuan Ilmu Medan Peta Kompas yang mereka dapatkan di Mapala Lalimpala, maka Tim mencapai puncak pada pukul 17.00 WITA. Sorak kegembiraan, tawa dan tangis kebahagiaan serta kebanggaan mencapai puncak terlihat pada wajah seluruh anggota tim, setelah Andi Akmar yang berjalan di depan melihat Triangulasi (tugu yang menandakan puncak gunung sidole) dan berteriak “ woy puncak, ayo cepat sudah”. Semua personil tim bergegas menyusul Andi Akmar merayakan keberhasilan dan kebanggaan sebagai Perempuan-perempuan Pertama yang Mencapai Puncak Gunung Sidole dengan mengambil pose sebagai data dan dokumentasi pendakian untuk dilaporkan kepada pengurus Mapala Lalimpala FKIP UNTAD. Melihat kondisi Mu’minah yang tidak stabil, maka Leader memutuskan untuk bermalam di puncak dan malanjutkan perjalanan pulang pada keseokan harinya tanggal 06 Februari 2009. Tim Daki Wajib Gunung Sidole tiba di Base Camp Lalimpala sebagai Pos Induk daki wajib pada hari sabtu 07 Februari 2009 pukul 19.30 WITA.
Selamat datang kembali rajwali-rajawali muda, terus kepakkan sayapmu menyemai keberhasilan dengan benih-benih kebersamaan dalam petualangan yang sesungguhnya. Apa yang kalian lakukan ini adalah langkah awal untuk belajar mencintai alam sehingga nanti akan dapat menjaga dan melestarikan alam, ungkap Koordinator Badan Senior Mapala Lalimpala periode 2008/2009.