#Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LALIMPALA Univ. Tadulako Palu Sulawesi Tengah-Indonesia# Selamatkan Bumi Indonesia hari ini dan mulai dari lingkungan kita sendiri#Save Our Earth
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Februari 2012

Serunya Drama dibalik Perubahan Iklim



Polemik nyata atau tidaknya Perubahan Iklim atau bahasa keren-nya Climate Change sempat mewarnai diskusi internasional beberapa tahun lalu. Sebagian ahli iklim sangat yakin bahwa bumi memang berada pada kondisi yang sudah tidak normal. Diantara pengusung isu perubahan iklim itu yang paling mencolok adalah mantan Wakil Presiden Amerika, Al Gore.

Kampanye Algore tentang perubahan iklim mendapat tentangan dari sebagian publik dan ilmuan Amerika sendiri. Menurut mereka bumi hanya melewati siklus alaminya, sama seperti zaman dulu, dimana bumi pernah mengalami beberapakali perubahan cuaca ekstrim.

Gore dan ilmuan pengusung teori perubahan iklim kemudian dituduh menyebarkan berita bohong dan hanya mencari sensasi saja. Perjuangan dan keteguhan Gore akhirnya mengantarkannya menerima hadiah Nobel Perdamaian tahun 2007.


Beberapa tahun kemudian, analis Gore cs memang kian tampak. Beberapa bukti menunjukkan pengukuran suhu air laut di Kutub semakin meningkat, sebagian wilayah tutupan salju pun mulai menipis bahkan menghilang, berganti tanah.

Aktifitas manusia dalam mengembangkan teknologi menuju kehidupan yang – katanya  – lebih baik, dituding sebagai penyebab meningkatnya suhu bumi. Hal ini mengakibatkan perubahan cuaca di beberapa wilayah di bumi.

Menurut analis perubahan iklim, pada kondisi ekstrim, cuaca yang tidak pernah hadir di suatu daerah akan menghampiri daerah itu suatu ketika. Daerah yang panas bisa bertambah panas atau malah menjadi dingin, daerah dingin bisa bertambah dingin atau malah menjadi panas.

Perubahan ini akan sangat memperngaruhi kehidupan mahluk di bumi. Hewan dan tumbuhan yang tidak siap dengan perubahan iklim yang singkat ini disinyalir akan punah. Solusi bagi mereka adalah pindah kedaerah yang memiliki cuaca yang cocok dengan mereka. Maka akan terjadi eksodus atau perpindahan besar-besaran hewan.

Bagaimana dengan manusia yang sudah memiliki pengetahuan jauh diatas hewan apalagi tumbuhan?.
Seyogyanya manusia sudah mengembangkan fasilitas dan peralatan canggih untuk menghadapi ancaman ini. Seyogyanya.

Tapi bagaimana kenyataanya?

Ternyata setelah menghasilkan berton-ton emisi berbahaya untuk mengembangkan teknologi, manusia belum juga cukup cerdas untuk menanggulangi cuaca ekstrim. 

Awal februari 2012, Kantor berita Agence France Presse pada hari Senin (6/2) merilis berita mengejutkan. Badai dingin telah menewaskan 360 orang di seluruh Eropa, korban terbesar berada di Ukraina dengan jumlah korban jiwa 131 orang. Selain korban jiwa, terdapat ribuan warga dirawat dirumah sakit. Jumlah ini terus meningkat setiap harinya.

Dari belahan selatan bumi dikabarkan, Australia salah satu wilayah terkering di dunia, mengalami curah hujan diluar ambang normal sepanjang Januari hingga Ferbruari 2012. Intensitas hujan mencapai 277 milimeter, hal ini menyebabkan pemerintah Negara bagian Queensland harus melakukan evakuasi terbesar yang pernah dilakukan di wilayah itu. 

Sebanyak 2.500 orang harus diungsikan untuk menghindari luapan air yang mencapai ketinggian 14 meter. Tahun lalu, banjir dinegara bagian Australia ini menewaskan 35 orang.

Lalu, apakah terlambat untuk mencegah bencana yang semakin hari semakin memburuk?

Diskusi internasional terkait Climate Change masih terus dilakukan. Hampir semua ilmuan kini mengakui bahwa bumi sedang menuju kehancuran jika tak dicegah. Satu-satunya jalan menurut para ilmuan adalah mengurangi emisi gas berbahaya dari aktifitas manusia, seperti polusi udara dan mengembalikan fungsi hutan.

Pohon merupakan satu-satunya alat yang dapat menangkap gas emisi berbahaya kemudian mengubah dan menjinakkanya menjadi gas alami. Negara-negara bersepakat membicarakan langkah-langkah pencegahan dalam pertemuan tingkat tinggi tiap tahun yang disebut Conference of the Parties (COP) yang difasilitasi oleh badan PBB, UNFCCC.

Pertemuan ini awalnya berlangsung di Rio de Jeneiro, Brazil yang menghasilkan Protokol Kyoto (selengkapnya ada ditulisan selanjutnya). Pada COP 13 di Bali, Indonesia lahirlah skema REDD sebagai salah satu solusi yang ditawarkan. 

Hingga kini pembicaraan terkait solusi yang tepat masih terus dilakukan.
Negara maju belum sepenuhnya berkomitmen untuk menurunkan emisinya sebab menurut mereka akan mempengaruhi industry dan jalannya roda ekonomi. Sebagian Negara berkembang tak mau melaksanakan program REDD jika Negara maju belum mau mengurangi emisi, meskipun Negara maju menyediakan biaya yang besar.

Bagaimana kelanjutannya? Kita nantikan episode selanjutnya. (Ojan)

tulisan terkait:

 

Selasa, 07 Februari 2012

Kebijakan "mengunci" Hutan


“Menanam satu pohon berarti menunda kiamat”, guyonan ini pernah dilontarkan oleh salah seorang aktifis mahasiswa pecinta alam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Datokarama Palu, dalam sebuah perbincangan santai di Sekertariat mereka pada medio awal 2010 lalu.

“Meski Tuhan telah menetapkan kiamat akan datang esok hari, tetaplah menanam pohon hari ini”. Ucap pria yang akrab disapa Nejo itu disambut argumentasi ringan dari teman-temannya. Tak ada istilah REDD yang terucap kala itu, namun kalimat itu menjadi relevan menggambarkan tujuan REDD.

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan inisiatif  global yang bertujuan mengurangi tingkat emisi berbahaya di atmosfir bumi. Melalui UNFCC, sebuah kerangka kerja PBB untuk menurunkan emisi bumi, skema REDD muncul pada pertemuan (COP) ke-13 di Bali tahun 2007 silam.

“Saat ini belum ada yang ahli soal REDD, sebab perundingan belum berakhir”, ucap Marcus Colchester di sela Workshop REDD yang dilaksanakan Yayasan Merah Putih (YMP) Palu bulan Juni 2010 lalu. Namun secara sederhana REDD dapat dipahami sebagai solusi pengurangan emisi bumi dengan cara menghentikan pengundulan dan memperbaiki fungsi hutan.

Dengan begitu hutan dapat berfungsi maksimal menyerap karbon berbahaya dari aktifitas mahluk hidup utamanya manusia. REDD muncul dari kesadaran bersama beberapa Negara atas kerusakan lingkungan global. Negara maju menghasilkan emisi dari aktifitas industrinya, sedangkan Negara berkembang menghasilkan emisi dari pembakaran dan penggundulan hutan.

Skema REDD kemudian ditawarkan kepada Negara berkembang untuk menebus kesalahannya merusak hutan. Sementara Negara maju akan menyediakan sejumlah dana untuk membiayai program ini juga sebagai pertangungjawaban atas emisi yang mereka hasilkan. Tak kurang dari 30 miliar dolar AS atau sekitar 300 triliun rupiah telah disiapkan oleh Negara maju untuk program mitigasi dan adaptasi tersebut. Jumlah ini akan bertambah menjadi 100 miliar dolar AS pertahun pada tahun 2020. 

Namun yang mengejutkan, keraguan dan penolakan justru datang dari beberapa aktifis dan organisasi lingkungan. Kenapa mereka menolak program yang tujuannya melestarikan lingkungan ?

Umumnya aktifis lingkungan menilai pemerintah masih latah berbicara terkait lingkungan. Masih banyak hal yang mesti diperhitungkan sebelum masuk pada implementasi REDD, proteksi hutan pastinya akan berdampak pada kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang sangat bergantung pada sumberdaya hutan.

Jika tidak dirundingkan bersama, kebijakan ini akan menuntut “penguncian” hutan dari segala macam aktifitas. Lalu bagaimana posisi masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada hutan, atau aktifitas penelitian dan pendakian oleh pegiat alam bebas.

Jumlah dana yang besar dicurigai menjadi pemicu perubahan mendadak kebijakan pemerintah terkit lingkungan. “Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah siapa yang akan diuntungkan dari skema REDD ini” ungkap Rahmat Hidayat, Alumni Green Student Movement (GSM) Walhi Institute. (Ojan)

Disarikan dari Majalah SILO Yayasan Merah Putih, Palu. 

Sabtu, 25 Juni 2011

Gaya hidup ramah lingkungan bagi Pecinta Alam


Kondisi Gunung yang bersih dari sampah "Gunung Katopasa-Sulawesi Tengah"
Photo by : Lalimpala 2009 (arsip)



Sebagai individu yang hidup diperkotaan dengan proses modernisasi yang cepat terjadi perubahan dari waktu ke waktu, tentunya tidak lepas dari lingkungan hidup di sekitar kita , di sekolah , kampus , kantor , bahkan yang terutama lingkup kecil kita yaitu rumah.
Pembangunan yang berjalan cepat ternyata tidak dapat membendung proses kerusakan dan degradasi lingkungan yang berakibat sistem penunjang kehidupan alami yang ada sekarang ini terancam serius dengan rusaknya lapisan ozon , naiknya suhu bumi dan permukaan laut , perubahan cuaca secara global , meningkatnya banjir , berkurangnya luas areal hutan , berkurangnya volume air , berkurangnya keanekaragaman hayati , meningkat serta meluasnya pencemaran air , tanah dan udara.
Mungkin tempat yang biasa kita daki dan kunjungi , telah berubah dalam hitungan waktu yang singkat bahkan yang paling menyedihkan semua itu sudah tidak ada lagi. Apa yang terjadi sebenarnya? Kerusakan lingkungan terus berlangsung dalam skala yang menakutkan. Banyak pihak yang menyadari apa yang sedang berlangsung hanya kadangkala tidak menyadari apa yang dapat kita lakukan sebagai konstribusi.
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan dan kontribusikan sesuai dengan peran kita , apakah sebagai pelajar , anggota keluarga , mahasiswa-mahasiswi ataupun anggota masyarakat , dimana kita sebagai individu sama-sama mempunyai tanggungjawab yang tentunya tidak lepas dari kelangsungan hidup anak cucu dan bumi kita , yang mana semua itu akan menentukan bagaimana kualitas kehidupan mereka kelak. Tidak adil rasanya bila kita banyak mengambil sesuatu yang seharusnya merupakan hak mereka seperti air , kualitas udara , keragaman makhluk hidup dll.

Misalnya:
• Penggunaan air misalnya kalau sekarang kita boros menggunakannya tentu cadangan untuk mereka menurun dari segi kualitas maupun kwantitas ,
• Keragaman Hayati baik flora dan fauna , semua akan berkurang bahkan lenyap bila kita bersikap tidak bijaksana.
• Begitupun pola kosumsi kita akan membentuk serta menjadi contoh dan berdampak para generasi penerus kita kelak.

Pecinta Alam mempunyai arti yang luas sekali , peka dengan apa yang terjadi dengan lingkungan disekelilingnya dan banyak sekali hal yang dapat kita lakukan dan pelajari dari alam berdasarkan nilai-nilai kehidupan yang diyakini misalnya menghargai , mengasihi , menyayangi , peduli pada semua makhluk ciptaan Tuhan dimuka bumi ini. Dimanapun kita berada maka kita tidak akan merusak lingkungan hidup , baik itu dengan cara yang paling sepele misalnya mencoret2 / menggoreskan sesuatu dipohon2 dan tempat memorial lainnya, menebang tumbuhan disekitar, ataupun hanya sekedar meninggalkan bekas bungkus mie instant dan batu baterai bekas senter yang telah kita gunakan saat melakukan perjalanan pendakian.

Kualitas lingkungan merupakan tanggungjawab kita bersama. Lakukan semua dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab bahwa itu bukan milik kita tetapi juga hak dari anak cucu kita sebagai penerus.

• Tumbuhan yang kita tanam misalnya belum tentu kita yang nikmati tetapi mereka yang akan menikmati sebagai penyejuk & peneduh.

Kehidupan kita saat ini detik demi detik juga tak bisa lepas dari berbagai paparan zat-zat kimia beracun yang tidak dapat kita hindari.

Cara hidup ramah lingkungan merupakan satu bentuk sikap dan pilihan yang dapat kita lakukan , dapat dilakukan dengan cara menggunakan produk yang ramah lingkungan dimana kita dapat turut serta menjaga kualitas lingkungan sehingga tidak menjadi lebih buruk dan mengurangi paparan pencemar tersebut.
Gaya hidup ramah lingkungan mencakup semua hal penting yang berhubungan dengan sikap dan pola konsumsi yang bersifat ramah lingkungan.
Penggunaan produk ramah lingkunganpun luas sekali cakupannya mulai dari pemilihan yang secara individual , skala rumah tangga hingga skala besar , misalnya :konsumsi kertas tissue , penggunaan kertas ; batubaterai ; pembungkus plastik ; perlengkapan elektronik yang hemat energi ; konsumsi air ; cara pencucian dan pemilihan cairan pembersih rumah tangga ; pemilihan dan cara penanggulangan hama di sekitar rumah , areal pertanian dan perikanan ; penggunaan pupuk ; pemilihan material bangunan ; wadah penyimpanan ; pemilihan kosmetik perawatan rambut ,tubuh , wajah ; dan pemilihan bahan pangan.

Banyak hal – hal kecil dan sederhana yang dapat kita lakukan misalnya : penanaman pohon tahunan ; hemat dan daur ulang dalam penggunaan air ; pengelolaan sampah ; pemilihan bahan bahan yang dapat Reuse , Refill , Recycling , Reduse .

Semua pilihan ada ditangan Anda .

Mulailah dari diri sendiri, buatlah suatu perbedaan dan lakukan mulai dari hal kecil dan sederhana.

Sumber :http://www.beritalingkungan.com/berita/2011-04/gaya-hidup-ramah-lingkungan-bagi-pecinta-alam/

Kamis, 22 April 2010

Bumi-ku Bumi-mu Juga


"TERIMA KASIH TUHAN, TELAH ENGKAU ANUGERAHKAN KEPADA MANUSIA UNTUK MENIKMATI INDAHNYA CIPTAAN-MU (bumi). Tapi bumi-mu sekarang sudah semakin sakit, panas, rusak, dan masih banyak lagi yang terasa. Kami hanya sekumpulan anak Adam yang selalu tersenyum ketika kau datangkan pagi, siang dan malam karena kami bisa belajar menghargai dan menikmati ciptaan-mu"

semoga setiap penghuni alam-mu......
cepat tersadar bagi para perusak.......
cepat terbangun bagi para pejuang.......
cepat bertindak bagi para penjagamu.........

"22 april 2010"
Selamat Hari Bumi
ucapan dari kami yang slalu terdengar sampai akhir zaman !!!!!!!

Bravo.... earth day !!!!!

Keluarga Besar Mapala LALIMPALA

Rabu, 28 Oktober 2009

Tanggapan Kejadian Gempabumi di Timurlaut Bitung, Sulawesi Utara 25 Oktober


Monday, 26 October 2009

Laporan tanggapan terjadinya gempabumi di Timurlaut Bitung, Sulawesi Utara, berdasarkan informasi yang diperoleh dari BMKG, Jakarta, dan data-data lainnya sebagai berikut:

Gempabumi terjadi pada hari Minggu, tanggal 25 Oktober 2009, pukul 10:25:46 WITA. Berdasarkan informasi dari BMKG, pusat gempabumi berada pada koordinat 2,34° LU dan 125,55° BT, dengan magnitudo 5,2 SR pada kedalaman 10 km, berjarak 106 km Timurlaut Bitung, Sulawesi Utara.

Kondisi geologi daerah terkena gempabumi:

Gempabumi ini diperkirakan mengguncang Kota Manado, Bitung dan Kepulauan Sangir. Wilayah yang terdekat dengan pusat gempabumi tersebut disusun oleh endapan aluvium, endapan vulkanik Kuarter, dan batuan vulkanik Tersier. Endapan aluvium, endapan vulkanik Kuarter, serta batuan vulkanik Tersier yang terlapukkan bersifat urai/lepas sehingga memperkuat efek goncangan gempabumi.

Dampak gempabumi:

Menurut informasi dari BMKG goncangan gempabumi tidak dirasakan. Hingga tanggapan ini dibuat belum ada laporan mengenai kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh gempabumi ini.

Penyebab gempabumi:

Berdasarkan kedalaman pusat gempabumi, sumber gempabumi diperkirakan berasosiasi dengan zona sesar naik di Utara Sulawesi.

Rekomendasi:

* Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas Satlak PB dan Satkorlak PB. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempabumi dan tsunami.
* Masyarakat agar tetap waspada dengan kejadian gempabumi susulan.
* Gempabumi ini tidak menimbulkan tsunami, karena walaupun gempabumi berpusat di laut, namun energinya tidak cukup kuat untuk memicu terjadinya tsunami.

sumber :http://portal.vsi.esdm.go.id/joomla/index.php?option=com_content&task=view&id=527&Itemid=2

Senin, 11 Mei 2009

Global Warming Ancam Ketersediaan Pangan Pada 2100


Pemanasan Global diperkirakan akan mengancam ketersediaan bahan makanan di seluruh penjuru dunia pada tahun 2100. Menurut Prof David Battisti dari University of Washington, Seattle, pemanasan global akan mengurangi produksi pertanian baik di wilayah tropis maupun subtropis.

Dilansir melalui RedOrbit, Sabtu (10/1/2009), tim yang dipimpin Battisti menggunakan 23 cara untuk memprediksi keadaan bumi di masa mendatang.

"Musim terpanas dalam pantauan akan terasa mewakili di banyak wilayah pada masa-masa mendatang," kata Battisti. "Tekanan akibat pemanasan temperature menyebabkan produksi pangan akan berkurang, dan penelitian kami itu belum termasuk dengan ancaman kekeringan yang disebabkan tingginya temperature bumi," tambahnya.

Di sebagian wilayah beriklim tropis, temperature dapat meningkat sekira 9 derajat Celsius di atas rata-rata musim panas, dan itu akan memangkas 20 hingga 40 persen produksi pangan.

"Karena wilayah itu merupakan tempat tinggal sekira 50 persen populasi penduduk dunia maka dampak dari perubahan iklim akan terasa semakin berat," ujar Battisti.

Sementara itu, rekan kerjasama Battisti dalam peneltian tersebut, direktur program ketahanan pangan Stanford University, Professor Rosamond Naylor mengatakan dunia harus segera melakukan adaptasi terhadap pemanasan global.

Inovasi-inovasi dalam pengembangan varietas unggul sangat dibutuhkan untuk mengatasi ancaman kekurangan stok pangan di masa mendatang


Sumber : http://techno.okezone.com//

Kamis, 22 Januari 2009

Walhi Sayangkan Penangkapan Warga Terkait Konflik Tanah


Palangka Raya (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah menyayangkan terjadinya penangkapan enam warga setempat oleh aparat kepolisian dalam kasus konflik lahan dengan perusahaan perkebunan sawit.
"Tindakan yang dilakukan oleh warga hanya upaya untuk mempertahankan lahannya yang dirampas oleh perusahaan. Aparat harus melakukan penyelidikan mendalam atas kasus itu," kata Direktur Eksektutif Walhi Kalteng Satriadi, di Palangka Raya, Minggu.
Pada awal Januari lalu belasan warga Desa Tanjung Hanau, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, melakukan pencabutan pohon sawit milik PT Wana Sawit Subur Lestari (PT.WSSL) dilahan sengketa antara warga dengan perusahaan.
Aparat kepolisian yang tiba di lokasi atas laporan perusahaan, selanjutnya menangkap enam warga diantaranya karena diduga melakukan tindakan kriminal.
Satriadi menyebut upaya warga desa itu dilakukan untuk merebut kembali tanahnya yang dirampas oleh PT WSSL, setelah segala macam upaya telah dilakukan dan tidak adanya perhatian dari pemda setempat.
"Hal yang berbeda dilakukan aparat kepolisian ketika PT.WSSL merampas tanah warga dan melakukan penanaman sawit di tanah warga yang tidak ditindak oleh aparat," kata Satriadi.Menurut dia, warga telah beberapa kali mengirimkan surat ke pihak perusahaan dan tembusan disampaikan kepada Bupati Seruyan, DPRD Seruyan, Kapolsek Hanau dan Camat Hanau, namun tidak satupun mendapat tanggapan.
Sementara perusahaan justru mendapat pengawalan dari pihak kepolisian dalam melakukan aktifitasnya menggusur tanah warga dan melakukan penanaman pohon sawit di lahan milik warga.Satriadi menilai hal itu sebagai upaya mengkriminalisasi rakyat.
Rakyat sengaja diprovokasi untuk melakukan perbuatan yang dikategorikan perbuatan kriminal, padahal tindakan yang dilakukan oleh warga adalah tindakan atau upaya untuk mempertahankan lahannya.
Upaya kriminalisasi terhadap warga itu adalah yang kesekian kalinya terjadi. Dalam catatan Walhi Kalteng, sedikitnya telah terjadi enam upaya kriminalisasi terhadap warga yang berupaya untuk mempertahankan lahannya di beberapa daerah.
Kriminalisasi warga diantaranya terjadi di Kenyala, Kotawaringin Timur,dengan PT Sukajadi Sawit Mekar, di Tumbang Koling, Kotim, dengan PT. Nabatindo Karya Utama, di Barito Utara dengan PT. Antang Ganda Utama.
Selain itu, kriminalisasi warga juga terjadi di Sembuluh, Seruyan, dengan PT. Hamparan Mas Sawit Persada dan PT. Mustika Sembuluh, dan di Runtu selain dengan PT. Surya Sawit Sejati, juga terjadi dengan PT. Mitra Mendawai Sejahtera.
"Warga yang sedang melindungi lahannya dan melakukan sedikit kekhilafan, maka penangkapan dan penjara ganjarannya. Sementara pelaku perampasan tanah warga yang berupaya memprovokasi warga untuk berbuat khilaf sama sekali tidak dipersoalkan," kata Satriadi.
Oleh karena itu, Walhi Kalimantan Tengah secara tegas mengimbau aparat Kepolisian yang menangani kasus konflik antara perusahaan perkebunan dengan warga masyarakat agar bersikap adil."Aparat seharusnya bertindak hati-hati dan tidak gegabah menerima begitu saja laporan dari pihak perusahaan yang melaporkan warga masyarakat yang berupaya empertahankan haknya atas tanah,"B katanya.Selain itu, aparat kepolisian juga harus melihat dan mencari latar belakang munculnya peristiwa yang menyebabkan warga melakukan kekhilafan.Dan yang paling utama, lanjutnya, adalah aparat harus selalu melayani laporan yang dilakukan oleh warga atas perampasan atau pencaplokan lahannya oleh pihak perusahaan."Hukum hanya dapat ditegakkan bila institusi kepolisian bisa bersikap adil dan bijak dalam menyelesaikan kasus ini," tambahnya.
Sumber : Antara

Minggu, 09 November 2008

Lubang Ozon Meluas

Benteng Yang Semakin Ternganga

Tahun ini, lubang ozon yang ada di atas Antartika, Kutub Selatan mencapai luas maksimal hingga 26,88 kilometer persegi. Ini tercatat sebagai lubang terbesar kelima yang pernah terekam sepanjang sejarah.

Luas lubang ozon merupakan hasil pengukuran badan antariksa AS (NASA) yang telah melakukannya sejak 30 tahun terakhir. Pakar atmosfer dari badan antariksa AS (NASA), Paul Newman menilai hal tersebut sebagai lubang yang tergolong besar.

Lubang ozon terbentuk akibat menipisnya lapisan ozon. Hal tersebut membahayakan karena lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi ultraviolet dari Matahari. Meluasnya lubang ozon dinilai sebagai salah satu pemicu pemanasan global.

Biasanya lubang ozon terbentuk setiap bualn Agustus dan mencapi luas maksimum antara September hingga Oktober sebelum kembali menutup. Tahun lalu luas lubang ozon maksimum hanya 24,83 kilometer persegi.

*http://www.kompas. com/read/ xml/2008/ 11/06/16260151/ lubang.ozon. tahun.ini. membesar

Jumat, 10 Oktober 2008

Bumi Indonesia

Dampak Pemanasan Global, Indonesia Hancur

Indonesia sejak dini harus mengantisipasi dampak buruk memanasnya iklim global beberapa tahun mendatang. Pemanasan tersebut bisa mengakibatkan kemarau panjang, banjir, merosotnya produktivitas pertanian, tenggelamnya pulau, dan mewabahnya malaria.

Direktur Eksekutif Pelangi Agus Pratama Sari mengungkapkan hal tersebut saat konferensi pers di Jakarta kemarin.

Menurut Agus, suhu permukaan bumi berdasarkan kajian Intergovernmental Panel on Climate Change pada 2070 akan meningkat antara 1,5-6 derajat Celcius dibanding saat ini. Peningkatan suhu permukaan bumi ini akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca seperti karbondioksida, metana, dan dinitrogen oksida di atmosfir bumi.

Di Indonesia sendiri, tuturnya, akibat perubahan iklim akan membuat suhu meningkat menjadi 1,6-3,0 derajat Celcius pada 2050-2070 berdasarkan perkiraaan Canadian Climate Change Model dan United Kingdom Meteorological Office.

Sedangkan menurut perkiraan dua lembaga Amerika Serikat, yaitu Global Fluid Dynamic dan Goddart International Space Study, suhu Indonesia akan meningkat 2 hingga 4,2 derajat Celcius.

Direktur Eksekutif Pelangi ini menambahkan emisi gas rumah kaca Indonesia meningkat drastis sejak 1970-an. Pada 1970 emisi CO2 masih di bawah 50 juta ton, meningkat menjadi di atas 250 juta ton pada 1995.

''Meningkatnya emisi gas CO2 di Indonesia akibat penggunaan bahan bakar bakar minyak yang semakin meningkat dan semakin rusaknya hutan yang berfungsi menyerap gas CO2,'' katanya.

Akibat pemanasan global ini, negara-negara tropis dan kepulauan seperti Indonesia akan lebih banyak dirugikan. Pasalnya dengan meningkatnya suhu, permukaan air laut akan meningkat sehingga akan membuat pulau-pulau akan tenggelam.

Pada 2070, tutur Agus, dengan perkiraan tinggi permukaan air laut meningkat 60 cm, dua ribu pulau akan tenggelam.

Selain itu, peningkatan suhu juga diperkirakan membuat musim kemarau Indonesia semakin panjang dan memunculkan bencana kekeringan. Sebaliknya musim hujan semakin pendek, tapi dengan curah semakin tinggi sehingga bisa menyebabkan banjir. Dalam kondisi seperti ini beberapa penyakit di antaranya demam berdarah dan malaria akan banyak muncul.

Peningkatan suhu juga diperkirakan akan membuat banyak tanaman pangan merosot produktivitasnya. Produktivitas kacang kedelai dan jagung diperkirakan akan merosot masing-masing sebesar 20% dan 40%, sedangkan padi diperkirakan menurun 2,5%. Namun bagi negara-negara subtropis yang memiliki musim dingin seperti Kanada dan China justru diuntungkan. Pasalnya, akibat perubahan iklim, musim salju akan semakin pendek, sehingga menguntungkan dari sisi pertanian.

Bagi Indonesia sendiri akibat berbagai bencana, diperkirakan mulai 2010 setiap tahun harus mengalokasikan 10% dari pendapatan kotor nasional (PDB) guna menangani berbagai bencana akibat perubahan iklim.

Antisipasi

Menurut Agus, berbagai langkah yang dilakukan dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca seperti tertuang dalam Protocol Kyoto tidak akan cukup. Pasalnya dalam Protocol Kyoto, penurunan emisi gas rumah kaca ditargetkan menurun 5% pada 2010 dari jumlah emisi pada 1990. Target itu pun hanya dikenakan pada negara-negara maju.

''Padahal, untuk menghindari peningkatan iklim bumi, perlu dilakukan penurunan sebanyak 60-70% emisi gas rumah kaca sekarang juga.''

Karena tidak mungkin menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga peningkatan suhu tidak bisa terhindarkan, tuturnya, yang perlu dilakukan adalah membuat serangkaian langkah untuk mengantisipasi meningkatnya suhu bumi.

Berbagai langkah yang perlu dilakukan pemerintah di antaranya melakukan upaya pencegahan agar perubahan iklim dapat diperlambat, sehingga dampaknya tidak terlalu ekstrem. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah menghentikan laju kerusakan hutan dan merehabilitasinya.

Selain itu, pemerintah juga harus mulai mengkaji dan menerapkan manajemen dampak perubahan iklim yang akan terjadi.

''Kasus banjir yang terjadi pada Februari tahun ini merupakan contoh dari ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi bencana. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi lagi,'' tegas Agus.

Jakarta, Media Indonesia -

Taman Nasional

Pemburu Burung di Kawasan TNGP Ditindak



Sukabumi, Kepala Bidang Pengelolaan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) wilayah Sukabumi, Widada, menyatakan, akan menindak secara tegas pemburu burung yang melakukan aktivitasnya di kawasan TNGP, pasalnya semua burung yang berada di kawasan tersebut dilindungi.

Terungkapnya fakta ada perburuan burung di kawasan Balai Besar TNGP tersebut ketika empat orang yang mengaku pemburu burung menemukan mayat bernama Uha Halimah (73) di kaki Gunung Gede pada Sabtu (4/10) lalu. Empat orang warga yang mengaku berburu burung dan menemukan mayat tersebut adalah Umar Yusman (50), Asep Babe, Jajat Sudrajat dan Unang keempatnya warga Kampung Selaawi RT 16 RW 04 Desa Warnasari Kecamatan Sukabumi.

Mereka secara leluasa memasuki kawasan Taman Nasional dengan membawa senjata senapan angin untuk berburu burung yang sebenarnya di lindungi di kawasan tersebut.

Widada mengatakan, pihaknya belum mengetahui banyaknya aktivitas perburuan burung di kawasan TNGP karena selama ini belum pernah ada yang tertangkap tangan, pasalnya biasanya mereka masuk tanpa membawa peralatan untuk memburu.

"Kendati demikian, kami akan menindak tegas jika ada warga yang melakukan perburuan burung di kawasan tersebut. Karena seluruh habitat di kawasan tersebut termasuk burung adalah hewan yang dilindungi," paparnya.

Menurut dia, petugas secara rutin melakukan patroli di kawasan TNGP dan sejumlah sukarelawan juga membantu penjagaan kawasan tersebut dari aktifitas perburuan burung.

Seorang Polisi Hutan (Polhut) di kawasan TNGP, Syarif Hidayat, menegaskan, akan segera menindaklanjuti laporan adanya aktifitas perburuan burung.

"Kami akan melakukan patroli dengan intensif untuk menjaga kawasan TNGP dari perburuan. Kalau dibiarkan terus berlangsung maka akan mengancam keberadaan burung di kawasan TNGP," katanya seraya menambahkan di TNGP terdapat sebanyak 251 jenis burung yang dilindungi keberadaannya.

Ditempat terpisah, salah seorang aktifis lingkungan Kusukabumiku, Budiyanto menyatakan keprihatinannya atas maraknya praktek perburuan burung di kawasan TNGP, pasalnya seluruh habitat yang ada di kawasan TNGP dilindungi dan dilarang untuk melakukan aktivitas perburuan.

Ia berharap semua pihak harus peduli terhadap keberadaan kawasan konservasi tersebut karena jika tidak, maka akan mengancam kelangsungan hidup manusia, terutama warga di sekitar hutan.

"Petugas TNGP sebagai pemegang amanah harus menjadi garda terdepan untuk menjaga kawasan tersebut, termasuk menyosialisasikan berbagai program konservasi kepada seluruh elemen masyarakat," ujarnya.

Sumber : ANTARA News

Bumi Yang Semakin Tua

Dapatkah Pemanasan Global

Mencairkan Seluruh Es di Bumi?



Moskow - Jika suatu ketika lapisan es di bumi mencair maka ketinggian permukaan air laut dapat dipastikan naik hingga 64 meter.

Nikolai Osokin, pakar glaciologi pada Institut Geografi, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, memperkirakan, kota-kota ditepi pantai kemudian tenggelam di bawah permukaan air, termasuk Belanda, yang sebagian besar wilayahnya notabene berada di bawah permukaan air laut.

Bagaimanapun juga, baik Belanda maupun seisi planet bumi yakin bahwa kehancuran yang luar biasa dapat terjadi setiap saat dalam beberapa ribu tahun mendatang.

"Institut kami telah mempersiapkan atlas yang menggambarkan tempat-tempat dengan sumber es dan salju di seluruh dunia, bahkan kami juga telah menyiapkan model peta dunia dengan tanpa lapisan es," katanya.

Hal ini, bagaimanapun juga, hanyalah sebuah model, bukan ramalan. Akan tetapi, peringatan dari sebuah ramalan tetap saja ada jika pemanasan global yang telah terlihat pada akhir abad ke-20 ini berlanjut untuk beberapa dekade kedepan -- banyak es di samudra Artik akan mencair.

Ada sebuah prasyarat yang penting: Sekalipun es Artik harus mencair, ketinggian permukaan laut tidak akan berubah karena volume air yang dihasilkan oleh es yang mencair sama dengan volume air yang digantikan ketika es tersebut mengambang.

Tingkat bahayanya berbeda: pemanasan dapat memicu pencairan pulau sebesar satu benua es. Saat ini, lapisan es terbesar menutupi Antartika, dimana 90 persen es dunia berada di sana dan Greenland. Cairnya lapisan es ini dipastikan dapat membawa kehancuran.

Lantas, adakah alasan untuk panik? Tingkat suhu yang naik antara 3-6 derajat celcius dalam beberapa abad ke depan diyakini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan bagi Antartika, dimana suhu rata-rata di sana kurang dari 40 derajat di bawah nol.

Proses yang terjadi pada lapisan permafrost bahkan lebih rumit lagi bila dibandingkan dengan proses yang terjadi pada es itu sendiri.

Musim dingin pada beberapa dekade terakhir sedikit tidak normal. Karena itu, lapisan permafrost yang tertutup es di wilayah Artik mulai berkurang dan mencair. Masa pemanasan sebenarnya dapat terlihat, bahkan semakin dekat.

Proses paling alami di bumi adalah sebuah siklus, dengan ritme yang pendek atau panjang. Tetapi, apapun yang terlihat, kenaikan suhu tidak dapat dihindari akan diikuti oleh penurunan, dan sebaliknya.

Penelitian tentang inti es yang dilakukan oleh stasiun Antartik Vostok milik Rusia menunjukkan bahwa ini adalah apa yang telah terjadi di bumi untuk paling sedikit 400.000 tahun.

Saat ini, para ilmuwan mengatakan bahwa mencairnya lapisan es mulai berhenti, yang telah dibuktikan dari data yang didapatkan oleh stasiun meteorologi di sepanjang pantai Artik Rusia.

"Kami saat ini sedang mempelajari pengaruh dari atmosfer dan lapisan salju yang menutupi lapisan permafrost," kata Osokin seperti dikutip Ria Novosti.

Di wilayah yang tertutupi lapisan permafrost, sebuah lapisan mencair pada musim panas, ketika suhu naik di atas nol. Namun demikian, pada musim dingin lapisan ini kembali membeku. Ini adalah proses yang normal: mencair, membeku.

Akan tetapi, jika musim dingin secara tidak normal menjadi hangat, lapisan yang mencair tidak membeku kembali. Kemudian, lapisan yang disebut talik, dengan suhu sekitar nol, terbentuk. Ini adalah suatu hal yang cukup mengganggu bagi bangunan-bangunan dan pipa-pipa.

Terlihat jelas bahwa lapisan es seharusnya mencair jika suhu meningkat. Akan tetapi, banyak tempat yang menyaksikan hal berbeda. Suhu rata-rata tahunan bertambah tinggi, tetapi lapisan es tidak mencair, bahkan bertambah luas.

Kenapa? Karena faktor yang paling penting adalah adanya lapisan salju. Pemanasan global mengurangi lapisan ini, yang pada akhirnya membentuk semacam penyumbat panas bagi lapisan es yang lebih tipis. Sehingga es yang paling lunak sekalipun dapat membekukan tanah di bawahnya.

Di banyak tempat, tanah yang membeku dalamnya sekitar 500-800 meter. Bahkan jika perkiraan pemanasan tertinggi menjadi kenyataan dan suhu naik dengan 3-6 derajat, tidak lebih dari 20 meter tanah yang beku akan mencair.

Beberapa orang takut bahwa lapisan es yang mencair akan mencemari udara dengan metana yang menguap. Akan tetapi, air yang membeku hanya membutuhkan 15 persen dari lapisan berkedalaman 20 meter, dan jumlah gas yang menguap tidak signifikan. Jadi, manusia hanya akan menerima dampak yang kurang menyenangkan ini dalam beberapa ratus tahun mendatang.

Saat ini, para ilmuwan tidak begitu mengkhawatirkan pemanasan global sebagai suatu perubahan dalam sirkulasi atmosfer. Dalam beberapa tahun belakangan ini, apa yang disebut dengan pergeseran barat telah mendominasi, yang berarti bahwa udara bergerak dari wilayah barat menuju timur.

Sedikit sekali yang membicarakan mengenai pergeseran meridian, bergerak dari selatan ke utara dan sebaliknya. Sekarang, pergeseran meridian menjadi sering.

Jika angin bergerak menuju selatan, maka akan timbul udara dingin; jika bergerak ke utara, angin membawa udara hangat dan hujan pada musim dingin.

Hal ini mengakibatkan meleleh dan bergeraknya salju es baik pada situasi biasa maupun dalam hujan salju yang lebat, mengakibatkan longsor dan Lumpur di pegunungan.

Proses meridian telah menjadi suatu rutinitas akhir-akhir ini, yang menjanjikan sebuah perhitungan anomali udara yang berbeda; suhu yang tinggi dan rendah, hujan deras dan hujan salju serta banjir dalam waktu yang lama, yang pastinya akan membawa kepada kehancuran.

Dari :
(ANTARA News/Ria Novosti)