#Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LALIMPALA Univ. Tadulako Palu Sulawesi Tengah-Indonesia# Selamatkan Bumi Indonesia hari ini dan mulai dari lingkungan kita sendiri#Save Our Earth

Selasa, 21 Februari 2012

Haha.. Presiden menyelam, Para menteri mendaki


Pemanasan Global ternyata bagi sebagian Negara bukan hanya isapan jempol belaka. Pemanasan Global atau bahasa trend-nya Global Warming, mengakibatkan peningkatan suhu bumi dan merubah siklus alami musim yang dikenal dengan Perubahan Iklim. 

Suhu bumi yang meningkat mengakibatkan pencairan gunung es di kedua kutub bumi, Artik dan Antartika. Terus, perubahan iklim mengakibatkan siklus musim tidak menentu, hingga terjadinya anomali cuaca.

Lantas Negara mana yang begitu serius menanggapi isu ini..?

Pada Sabtu siang pertengahan Oktober 2009 silam, Presiden Republik Maladewa, Mohammed Nasheed bersama 13 menterinya mencoba duduk dan menghadapi meja rapat kabinet, kali ini seluruh peserta rapat tidak menggunakan jas dan dasi, melainkan mengenakan scuba diving. Ha... Apa Nakuya...???

Sebenarnya, hampir semua Negara kini telah kawatir dengan iklim yang terus berubah dan tak bisa diprediksi lagi. Namun, terdapat dua Negara yang mengekspresikan kekhawatirannya dengan tindakan yang unik. Negara itu adalah Republik Maladewa dan Nepal.


Republik Maladewa merupakan Negara kepulauan yang terletak di arah selatan barat daya India. Maladewa memiliki populasi penduduk dan luas wilayah terkecil di kawasan Asia. Dengan tinggi rata-rata dataran tanah1,5 meter dari permukaan laut (mdpl). Puncak tanah tertinggi di negeri ini hanya 2,3 mdpl. 

Dengan kondisi seperti itu Maladewa menjadi Negara yang paling terancam tenggelam jika gunung es terus mencair oleh suhu bumi terus meningkat. 

Dalam rapat yang berlangsung setengah jam itu, peserta hanya berkomunikasi dengan papan tulis dan isyarat tangan. 



Hal unik lain datang dari dataran tanah tertinggi di bumi, yakni pegunungan Himalaya, tempat puncak beku everest bersemayam. Perdana Menteri Nepal Madhav Kumar pada awal Desember 2009 memboyong “pembantu – pembantu”nya ke lereng Gunung Everest untuk rapat Kabinet.

Sebagai wialayah yang dikenal sebagai puncak gunung tertinggi di dunia, tak heran jika para menteri yang berjuang melawan hawa dingin itu dilengkapi dengan tabung oksigen. Mengenakan penutup kepala tradisional Tibet dan ikat kepala bertulis “Selamatkan Himalaya” anggota kabinet duduk mengelilingi meja.



Upacara keagamaan Sherpa pun dilakukan, sebelum menyetujui draft pidato yang akan dibacakan PM Madhav dalam forum pertemuan internasional perubahan iklim di Kopenhagen, Belanda.

Baik Maladewa ataupun Nepal memiliki tujuan yang sama dalam aksi uniknya, yakni mengirim pesan kepada dunia tentang ancaman perubahan iklim terhadap tanah, air dan masyaratanya.



Rapat unik di bawah permukaan laut Maldevist dilakukan sebagai bagian protes dan menyuarakan pencegahan perubahan iklim. Presiden Mohamed Nasheed dan kabinetnya menandatangani satu dokumen yang meminta pengurangan emisi karbon. Para pejabat dari negara pulau yang rendah ini mengatakan rapat itu tujuannya mengirim pesan serius.

Pun ancaman yang dirasakan negeri Nepal yang terletak di kawasan pegunungan Himalaya, juga tak kalah mengerikan. Para ilmuwan mengatakan gletser di Himalaya mencair dalam jumlah yang mengkhawatirkan dan membentuk danau-danau gletser yang sewaktu-waktu dapat jebol dan menyapu pemukiman warga Nepal.
Jika suhu bumi tak dikendalikan, Gletser akan terus mencair dalam waktu beberapa puluh tahun ke depan dan akan mengakibatkan kekeringan panjang di seluruh wilayah Asia, dimana 1,3 miliar jiwa bergantung pada sungai-sungai yang alirannya berasal dari Himalaya.

Kedua pesan dari dua Negara ini dikirim khusus pada pertemuan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Copenhagen, Belanda bulan Desember 2009. Para pemipin dunia akan hadir dalam pertemuan tahunan para pihak (COP) yang bertujuan membuat satu kesepakatan baru terkait nasib lingkungan dan masa depan bumi.

Secara terpisah, Appa Sherpa, pemegang rekor 19 kali pendakian puncak tertinggi Everest (8.850 mdpl) bersama kelompok pendaki Gunung Everest menyatakan akan bertandang ke Belanda untuk mengawal jalannya COP ke 15 di Copenhagen. Demi kelestarian gunung yang mereka cintai, Appa dan kawan-kawan akan mengajukan tuntutan agar negara maju bersedia mengurangi emisinya.

hasil pertemuan COP 15 memang mengecewakan sejumlah pihak. Kesepakatan pencegahan perubahan iklim yang disusun  lebih dari 120 negara, termasuk AS, Inggris, China, Indonesia, Banglades, dan Lesotho, yang akhirnya diputuskan tidak mengikat secara hukum, artinya tidak harus dipatuhi.
”Ini sebuah negosiasi yang belum pernah saya alami sebelumnya, lebih dari 120 kepala pemerintahan berkumpul. Bahkan terlibat langsung menyusun hingga lewat tengah malam. Saya tak tahu lagi apakah kejadian seperti ini akan berulang di lain kesempatan,” kata Sekretaris Eksekutif Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB Yvo de Boer.

Kebuntuan perundingan perubahan iklim sudah terjadi dari COP sebelumnya. Tanggal 1 Juni 2010,  Yvo de Boer akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya. Pertemuan tahun berikutnya pun belum menghasilkan hasil yang diharapkan. Dan sekali lagi drama itu masih berlanjut.



Ayo Lalimpala, sekali-sekali MUBES di Puncak Katopasa…!!!

Kamis, 16 Februari 2012

Tabe le… Ada cerita lucu lagi.

Sory le… saya mau bagi cerita lucu lagi. Kali ini tentang politik. Saya berani tulis karena saya tau, disini tidak ada kepentingan politik, jadi kita bebas-bebas saja berpendapat,

bukan begitu le…??

Ada sesuatu yang lucu saat saya tak sengaja mengintip Koran Kompas yang tergeletak di salah satu meja tempat kerja hari ini. Merasa penasaran, saya yang sudah empat bulan tidak menonton telepisi mencoba membuka situs berita Kompas.com dan tribunnews.com, ternyata benar cerita ini membuat saya menghayal dan cekakak-cekikik sendiri. 

Kali ini saya ingin berbagi serunya drama politik di negeri ini. Bukannya kita sok tahu dan sok paham, tapi serunya cerita ini justru didapatkan jika melihat dari kacamata awam. 

“Angelina Ganggu Komisi III DPR”
Begitu judul berita di harian Kompas edisi kamis (16/2/2012). Oleh partainya, mantan putri Indonesia tahun 2001 ini dipindahkan dari Komisi X yang menangani bidang Olah raga ke Komisi III yang menangani bidang Hukum. 

Menurut ketua fraksi  partai Demokrat, Jafar Hafsah pemindahan anggota merupakan hal yang rutin, wajar dan sudah dilakukan sejak lama di dalam Partai. Namun menurut berbagai pihak, pemindahan itu merupakan wujud perlindungan partai terhadap Angelina yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi wisma Atlet.

“Abraham Samad, Maraju
Ketua KPK ini tidak mau menghadiri pertemuan dengan komisi III jika Angelina ada disana. Abraham mempersilahkan pimpinan KPK lain untuk hadir, tapi dia tidak. 

Tidak hanya dari KPK, penolakan justru datang dari Komisi III sendiri. Achmad Basarah salah satu anggota Komisi III dari PDI-P menyatakan keheranannya. Ya, Bagaimana mungkin dilaksanakan pembicaraan kasus korupsi sedangkan salah satu tersangka ada di dalamnya. 

Butul juga ente Mad, bagaimana mungkin kita mau bahas perkara korupsi, kalo orang yang dibicarakan ada disitu…

“Kalau KPK mau, Angelina tidak perlu hadir”
Menanggapi pernyataan ketua KPK, Ketua fraksi  partai Demokrat, Jafar Hafsah mengusulkan solusi briliannya. "Angie berada di Komisi III, tapi secara fisik tidak kan, dia tetap jadi tersangka. Kalau KPK inginkan itu ya Angie tidak perlu hadir apabila ada KPK,"

Hahaha… woi Mad, kau dengar itu, kalo mau komiu saja yang hadir, Angie tidak, supaya komiu tidak maraju…!!

“Nasir Djamil Malu”
Sebagai wakil ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil malu jika Angelina Sondakh bergabung di Komisi yang membidangi hokum tersebut. “Saya malu, seolah-olah Komisi III itu adalah tempat pembuangan anggota yang bermasalah dengan hokum.” Begitu kata Nasir

Bukan tempat pembuangan Sir, kalo pembuangan pasti di tempat yang aman, masa dibuang di tempat yang menangani hukum…. 



“Belajar dari Bos Besar”
Pernyataan Yudi Latief lebih seru lagi. Pengamat Politik dari Reform Institute ini mengatakan tindakan Partai Demokrat tidak masuk akal. “Harusnya mencopot Angie dari DPR. Katanya, ada kode etik Partai Demokrat  yang menyatakan kalau sudah menjadi tersangka maka dia dicopot dan kata SBY itu akan ditegakkan.”

Lebih mengejutkan lagi, menurut Yudi ilmu ketidaktegasan sudah diajarkan turuntemurun di Partai Demokrat.
Anas yang melindungi dan tidak berani menindak Angie itu  mencontoh sikap SBY yang juga tidak berani menindak dan terkesan masih melindungi Anas. 

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, bukan begitu le Yudi…

“SBY Murka”
"Kemarin, ketika Pak SBY mendapat informasi tentang pergeseran Angelina Sondakh ke Komisi III beliau marah besar," ungkap Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng.



SBY segera memerintahkan Ketua Umum Anas Ubaningrum dan Ketua Fraksi Jafar Hafsah untuk membatalkannya.

“Itu sama sekali tidak cerdas," kata Andi menirukan pernyataan SBY.

Siap Bos, semoga kedepan semua menjadi cerdas…

“Siraman Rohani”
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana menegaskan pihaknya akan segera mereposisi kembali Angelina Sondakh dari Komisi Hukum DPR.


Sutan menyarankan agar Angelina ditempatkan di Komisi VIII DPR. Alasannya, komisi yang membidangi agama tersebut cocok buat Angie yang sedang dirundung masalah dan agar mendapatkan siraman rohani.

"Komisi VIII kan komisi agama sejuk, biar dapat siraman rohani dia di situ," kata Sutan.

Hahaha… ada-ada saja, sebenarnya Angie ini keahliannya apa, masa dipindah-pindah terus…??

Minggu, 12 Februari 2012

Kawasan Wisata Alam di Taman Nasional Lore Lindu

Taman Nasional Lore Lindu berjarak kurang lebih 60 km sebelah barat kota Palu, Untuk perjalanan darat dapat ditempuh sekitar 3,5 jam dari Palu atau sekitar 1,5 jam dari Poso. Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan hutan warisan alam dunia yang sangat kaya dengan keragaman flora dan faunanya. Tujuan utama ke kawasan ini selain untuk berekreasi dan mendaki gunung sambil menikmati panorama alamnya yang indah dan sejuk, juga menjadi obyek penelitian para peneliti dalam dan luar negeri.

"sumber photo : lorelindu.info"

Kawasan Taman Nasional Lore Lindu secara administratif berada di Kabupaten Sigi dan Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Kawasan ini telah mendapat dukungan bantuan tekhnis internasional, dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfir oleh UNESCO pada tahun 1977 dan telah ditetapkan sejak Tahun 1993 yang merupakan gabungan Suaka Alam Lore Kalamata dan Hutan Lindung dan Taman Rekreasi Danau Lindu.

Secara biogeografis kawasan ini merupakan daerah peralihan antara Zona Asia dan Zona Australia atau disebut Garis Wallace (Wallace Line) yang membentang dari Taman Nasional Nani Wartabone di Bolaang Mongondou hingga Donggala dan Poso melintasi hutan TNLL dan menembus sampai ke hutan-hutan tropis di Sulawesi Tenggara.

Potensi flora dominan di kawasan Taman Nasional Lore Lindu yaitu pohon wanga (Figafeta filaris sp.) dan leda (Eucalyptus deglupta). Sementara potensi fauna yang dapat dijumpai di kawasan tersebut, di antaranya anoa (Anoa quarlesi, Anoa depressicornis), babi rusa (Babyrousa babyrusa), monyet hitam sulawesi (Macaca tonkeana), kuskus (Phalanger ursinus, Phalanger celebencis), tangkasi (Tarsius spectrum) dan rusa (Cervus timorensis). Jenis burung endemik yang ditemukan antara lain maleo (Macrocephalon maleo), rangkong (Buceros rhinoceros, nuri (Tanygnatus sumatrana), kakatua (Cacatua sulphurea), dan Aceros cassidix) dan pecuk ular (Anhinga rufa). Juga hidup bermacam-macam reptil, ikan dan serangga.

Objek Wisata Alam

"Sumber Photo : lorelindu.info"
Objek wisata andalan yang tersebar di sepanjang Tanah Lore yaitu obyek wisata bird watching di Padeha, air terjun di Wuasa dan Kolori, air panas di Watumaeta dan Lengkeka, camping ground di Wuasa, arung jeram Sungai Lariang di Gintu, satwa liar rusa di Torire dan anoa di padang Lelio, Watumaeta, Wuasa serta satwa tarsius di Lengkeka dan juga situs Batu Megalith yang tersebar di lembah Bada dan Besoa.

Di samping itu terdapat pula wisata budaya etnik lokal di lembah Napu dan Bada yang unik dan kaya dengan adat istiadat. Bagi Para Penggiat alam bebas dan petualang, dikawasan taman nasional ini terdapat beberapa gunung yang telah menjadi favorit para pendaki lokal dan manca negaran selama 30 tahun terakhir. Gunung-gunung tersebut antara lain bernama Nokilalaki dan Rore Kautimbu atau (ROKET}

"Lalimpala Woman's di Puncak ROKET"


Rabu, 08 Februari 2012

Serunya Drama dibalik Perubahan Iklim



Polemik nyata atau tidaknya Perubahan Iklim atau bahasa keren-nya Climate Change sempat mewarnai diskusi internasional beberapa tahun lalu. Sebagian ahli iklim sangat yakin bahwa bumi memang berada pada kondisi yang sudah tidak normal. Diantara pengusung isu perubahan iklim itu yang paling mencolok adalah mantan Wakil Presiden Amerika, Al Gore.

Kampanye Algore tentang perubahan iklim mendapat tentangan dari sebagian publik dan ilmuan Amerika sendiri. Menurut mereka bumi hanya melewati siklus alaminya, sama seperti zaman dulu, dimana bumi pernah mengalami beberapakali perubahan cuaca ekstrim.

Gore dan ilmuan pengusung teori perubahan iklim kemudian dituduh menyebarkan berita bohong dan hanya mencari sensasi saja. Perjuangan dan keteguhan Gore akhirnya mengantarkannya menerima hadiah Nobel Perdamaian tahun 2007.


Beberapa tahun kemudian, analis Gore cs memang kian tampak. Beberapa bukti menunjukkan pengukuran suhu air laut di Kutub semakin meningkat, sebagian wilayah tutupan salju pun mulai menipis bahkan menghilang, berganti tanah.

Aktifitas manusia dalam mengembangkan teknologi menuju kehidupan yang – katanya  – lebih baik, dituding sebagai penyebab meningkatnya suhu bumi. Hal ini mengakibatkan perubahan cuaca di beberapa wilayah di bumi.

Menurut analis perubahan iklim, pada kondisi ekstrim, cuaca yang tidak pernah hadir di suatu daerah akan menghampiri daerah itu suatu ketika. Daerah yang panas bisa bertambah panas atau malah menjadi dingin, daerah dingin bisa bertambah dingin atau malah menjadi panas.

Perubahan ini akan sangat memperngaruhi kehidupan mahluk di bumi. Hewan dan tumbuhan yang tidak siap dengan perubahan iklim yang singkat ini disinyalir akan punah. Solusi bagi mereka adalah pindah kedaerah yang memiliki cuaca yang cocok dengan mereka. Maka akan terjadi eksodus atau perpindahan besar-besaran hewan.

Bagaimana dengan manusia yang sudah memiliki pengetahuan jauh diatas hewan apalagi tumbuhan?.
Seyogyanya manusia sudah mengembangkan fasilitas dan peralatan canggih untuk menghadapi ancaman ini. Seyogyanya.

Tapi bagaimana kenyataanya?

Ternyata setelah menghasilkan berton-ton emisi berbahaya untuk mengembangkan teknologi, manusia belum juga cukup cerdas untuk menanggulangi cuaca ekstrim. 

Awal februari 2012, Kantor berita Agence France Presse pada hari Senin (6/2) merilis berita mengejutkan. Badai dingin telah menewaskan 360 orang di seluruh Eropa, korban terbesar berada di Ukraina dengan jumlah korban jiwa 131 orang. Selain korban jiwa, terdapat ribuan warga dirawat dirumah sakit. Jumlah ini terus meningkat setiap harinya.

Dari belahan selatan bumi dikabarkan, Australia salah satu wilayah terkering di dunia, mengalami curah hujan diluar ambang normal sepanjang Januari hingga Ferbruari 2012. Intensitas hujan mencapai 277 milimeter, hal ini menyebabkan pemerintah Negara bagian Queensland harus melakukan evakuasi terbesar yang pernah dilakukan di wilayah itu. 

Sebanyak 2.500 orang harus diungsikan untuk menghindari luapan air yang mencapai ketinggian 14 meter. Tahun lalu, banjir dinegara bagian Australia ini menewaskan 35 orang.

Lalu, apakah terlambat untuk mencegah bencana yang semakin hari semakin memburuk?

Diskusi internasional terkait Climate Change masih terus dilakukan. Hampir semua ilmuan kini mengakui bahwa bumi sedang menuju kehancuran jika tak dicegah. Satu-satunya jalan menurut para ilmuan adalah mengurangi emisi gas berbahaya dari aktifitas manusia, seperti polusi udara dan mengembalikan fungsi hutan.

Pohon merupakan satu-satunya alat yang dapat menangkap gas emisi berbahaya kemudian mengubah dan menjinakkanya menjadi gas alami. Negara-negara bersepakat membicarakan langkah-langkah pencegahan dalam pertemuan tingkat tinggi tiap tahun yang disebut Conference of the Parties (COP) yang difasilitasi oleh badan PBB, UNFCCC.

Pertemuan ini awalnya berlangsung di Rio de Jeneiro, Brazil yang menghasilkan Protokol Kyoto (selengkapnya ada ditulisan selanjutnya). Pada COP 13 di Bali, Indonesia lahirlah skema REDD sebagai salah satu solusi yang ditawarkan. 

Hingga kini pembicaraan terkait solusi yang tepat masih terus dilakukan.
Negara maju belum sepenuhnya berkomitmen untuk menurunkan emisinya sebab menurut mereka akan mempengaruhi industry dan jalannya roda ekonomi. Sebagian Negara berkembang tak mau melaksanakan program REDD jika Negara maju belum mau mengurangi emisi, meskipun Negara maju menyediakan biaya yang besar.

Bagaimana kelanjutannya? Kita nantikan episode selanjutnya. (Ojan)

tulisan terkait:

 

Selasa, 07 Februari 2012

Masyarakat Adat Dijanjikan Keuntungan dari REDD

Photo : Tau Taa Wana (komunitas Wana)

Masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan atau memiliki ketergantungan hidup pada hasil hutan dijanjikan keuntungan dari skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation dalam bentuk dana hasil penjualan karbon.

”Sudah saatnya hutan Aceh mendapat perhatian internasional dan diperlakukan secara adil dalam berbagai negosiasi terkait krisis lingkungan dan implementasi REDD,” kata Gubernur NAD Irwandi Yusuf kepada para wartawan di sela-sela persiapan Governors’ Climate and Forests Taskforce (GCF) Meeting 2010 di Banda Aceh, Senin (17/5). Hadir penasihat senior GCF dari Universitas Colorado, William Boyd, Anthony Brunello mewakili Negara Bagian California, Amerika Serikat, dan Ernesto Roessing-Koordinator GCF untuk negara-negara bagian di Brasil.

Irwandi menjelaskan, pertemuan para gubernur ini sudah ketiga kalinya dan diharapkan membawa hasil lebih baik termasuk ada kejelasan tentang skema penjualan karbon serta kompensasi yang didapatkan oleh masyarakat lokal. ”Dari hasil yang tidak ada sebelumnya menjadi ada dan lebih jelas,” ujarnya tanpa merinci hasil yang sudah dicapai dan diharapkan akan dicapai pada pertemuan kali ini.

Anthony Brunello, wakil Negara Bagian California, Amerika Serikat, menyatakan, pihaknya belum memiliki usulan pasti. Dia menyatakan, ingin melihat konsepsi dan usulan Pemprov NAD, yang mewakili masyarakat Aceh, tentang skema melindungi dan menjaga lingkungan sekitar, terutama kawasan hutan.

Nasruddin, Ketua Majelis Duek Pakat Mukim Kabupaten Aceh Besar, ditemui di tempat terpisah, menyatakan penolakannya terhadap agenda pertemuan tersebut. Pihaknya mengklaim mendapat dukungan dari 17 permukiman yang akan terkena dampak dari penghitungan karbon di Cagar Alam Ulu Masen.

Dia mengatakan, yang seharusnya dilakukan Pemprov NAD adalah memberikan kejelasan status mukim dalam struktur pemerintahan. Perbincangan tentang skema REDD dan keuntungannya bagi masyarakat lokal, terutama yang di pinggir atau tengah hutan, menurut dia, tidak akan berjalan efektif tanpa ada kejelasan status permukiman itu sendiri. (Kompas.com)

tulisan terkait:


 



Kebijakan "mengunci" Hutan


“Menanam satu pohon berarti menunda kiamat”, guyonan ini pernah dilontarkan oleh salah seorang aktifis mahasiswa pecinta alam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Datokarama Palu, dalam sebuah perbincangan santai di Sekertariat mereka pada medio awal 2010 lalu.

“Meski Tuhan telah menetapkan kiamat akan datang esok hari, tetaplah menanam pohon hari ini”. Ucap pria yang akrab disapa Nejo itu disambut argumentasi ringan dari teman-temannya. Tak ada istilah REDD yang terucap kala itu, namun kalimat itu menjadi relevan menggambarkan tujuan REDD.

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan inisiatif  global yang bertujuan mengurangi tingkat emisi berbahaya di atmosfir bumi. Melalui UNFCC, sebuah kerangka kerja PBB untuk menurunkan emisi bumi, skema REDD muncul pada pertemuan (COP) ke-13 di Bali tahun 2007 silam.

“Saat ini belum ada yang ahli soal REDD, sebab perundingan belum berakhir”, ucap Marcus Colchester di sela Workshop REDD yang dilaksanakan Yayasan Merah Putih (YMP) Palu bulan Juni 2010 lalu. Namun secara sederhana REDD dapat dipahami sebagai solusi pengurangan emisi bumi dengan cara menghentikan pengundulan dan memperbaiki fungsi hutan.

Dengan begitu hutan dapat berfungsi maksimal menyerap karbon berbahaya dari aktifitas mahluk hidup utamanya manusia. REDD muncul dari kesadaran bersama beberapa Negara atas kerusakan lingkungan global. Negara maju menghasilkan emisi dari aktifitas industrinya, sedangkan Negara berkembang menghasilkan emisi dari pembakaran dan penggundulan hutan.

Skema REDD kemudian ditawarkan kepada Negara berkembang untuk menebus kesalahannya merusak hutan. Sementara Negara maju akan menyediakan sejumlah dana untuk membiayai program ini juga sebagai pertangungjawaban atas emisi yang mereka hasilkan. Tak kurang dari 30 miliar dolar AS atau sekitar 300 triliun rupiah telah disiapkan oleh Negara maju untuk program mitigasi dan adaptasi tersebut. Jumlah ini akan bertambah menjadi 100 miliar dolar AS pertahun pada tahun 2020. 

Namun yang mengejutkan, keraguan dan penolakan justru datang dari beberapa aktifis dan organisasi lingkungan. Kenapa mereka menolak program yang tujuannya melestarikan lingkungan ?

Umumnya aktifis lingkungan menilai pemerintah masih latah berbicara terkait lingkungan. Masih banyak hal yang mesti diperhitungkan sebelum masuk pada implementasi REDD, proteksi hutan pastinya akan berdampak pada kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang sangat bergantung pada sumberdaya hutan.

Jika tidak dirundingkan bersama, kebijakan ini akan menuntut “penguncian” hutan dari segala macam aktifitas. Lalu bagaimana posisi masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada hutan, atau aktifitas penelitian dan pendakian oleh pegiat alam bebas.

Jumlah dana yang besar dicurigai menjadi pemicu perubahan mendadak kebijakan pemerintah terkit lingkungan. “Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah siapa yang akan diuntungkan dari skema REDD ini” ungkap Rahmat Hidayat, Alumni Green Student Movement (GSM) Walhi Institute. (Ojan)

Disarikan dari Majalah SILO Yayasan Merah Putih, Palu. 

Sabtu, 04 Februari 2012

Tadulako University

Keberadaan perguruan tinggi di Sulawesi Tengah, yang merupakan cikal bakal Universitas Tadulako ditandai dengan 3 (tiga) tahapan perjalanan sejarah yaitu periode Universitas Tadulako status swasta (1963-1966), periode status cabang (1966-1981), dan status negeri yang berdiri sendiri UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD), sejak tahun 1981.

Periode Status Swasta (1963-1966)

Universitas Tadulako sebagai perguruan tinggi swasta bermula dan tumbuh dengan mendapatkan kehidupan dari swadaya murni masyarakat Sulawesi Tengah, sudah berdiri sebelum daerah Sulawesi Tengah mendapatkan statusnya sebagai Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Tengah. Tadulako secara konkret berarti pemimpin, dan menurut sifatnya berarti keutamaan. Dengan demikian tadulako adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan (adil, bijaksana, jujur, cerdas, berani, bersemangat, pengayom, pembela kebenaran).

Pemberian nama tadulako bagi universitas ini dimaksudkan oleh para pendirinya agar Universitas Tadulako menjadi lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan. Demikian kuatnya keinginan para pemuka masyarakat di daerah ini, yang memulai kerja kerasnya dengan meletakkan langkah-langkah ke arah terciptanya lembaga dan masyarakat ilmiah, malalui terbentuknya sebuah universitas. Nama-nama pemuka masyarakat perintis pendiri Universitas Tadulako, tetap tercatat dengan baik untuk selalu diingat serta dihargai pada setiap peristiwa dalam kehidupan Universitas ini, kini dan akan datang.

Dari kerja keras tersebut, maka pada tanggal 8 Mei 1963 berdirilah Universitas Tadulako dengan status Swasta, dengan rektor pertama Drh. Nasri Gayur. Setelah melalui berbagai macam usaha untuk meningkatkan status dan peran Universitas Tadulako, maka pada tanggal 12 September 1964 ditingkatkan statusnya menjadi “TERDAFTAR“sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 94/B-SWT/P/64, dengan empat fakultas :

Fakultas Sosial Politik.
Fakultas Ekonomi.
Fakultas Peternakan.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Hayat dan Ilmu Pendidikan.
Perkembangan selanjutnya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Hukum sehingga keseluruhan menjadi 5 (lima) fakultas.

Periode Cabang (1966-1981)

Berbagai upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh pemuka masyarakat di daerah ini, sehingga terwujudlah Perguruan Tinggi Negeri dengan status cabang, yaitu Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 1 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966 dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujung Pandang Cabang Palu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 2 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966.

Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin (Untad Cabang Unhas) terdiri atas empat fakultas yaitu :

· Fakultas Peternakan.
· Fakultas Ekonomi.
· Fakultas Hukum.
· Fakultas Sosial dan Politik.

IKIP Ujung Pandang Cabang Palu terdiri atas tiga fakultas yaitu :

· Fakultas Ilmu Pendidikan.
· Fakultas Keguruan Sastera dan Seni.
· Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta.

Sejak saat itulah kedua perguruan tinggi cabang tersebut mengalami kehidupannya dengan cara yang amat ditentukan oleh induk masing-masing, terutama dalam hal penyelenggaraan pendidikan, pengadaan tenaga akademik dan administrasi. Di samping peran perguruan tinggi induk yakni UNHAS dan IKIP Ujung Pandang, peran pemerintah daerah serta pemuka masyarakat di daerah ini sangat menentukan perkembangan kedua perguruan tinggi cabang tersebut.

Universitas Tadulako Negeri Berdiri Sendiri (sejak tahun 1981)

Setelah melalui perjalanan dan perjuangan panjang selama 15 tahun dengan status cabang, berbagai pengalaman dan penyesuaian sistem pendidikan tinggi nasional, dapat dilaksanakan dengan satu komitmen peningkatan status yaitu pembentukan satu wadah universitas negeri yang berdiri sendiri. Dengan dukungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Untad Cabang Unhas dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu secara sendiri-sendiri telah melakukan berbagai upaya berupa penataan akademik, administrasi dan penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan.

Untuk lebih mengefektifkan upaya mewujudkan satu universitas negeri yang berdiri sendiri, maka pada tahun 1978 atas fasilitasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, dibentuklah Koordinatorium Perguruan Tinggi Sulawesi Tengah (PTST) yang diketuai oleh Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah dengan enam orang wakil ketua yang berasal dari UNTAD Cabang UNHAS (3 orang) dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu (3 orang).

Upaya Koordinatorium PTST tersebut untuk menyatukan kembali kedua perguruan tinggi cabang di Sulawesi Tengah pada akhirnya muncul dan menjadi dasar yang lebih kokoh untuk berdirinya universitas negeri yang berdiri sendiri. Atas dukungan dan upaya masyarakat di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah, Rektor UNHAS, Rektor IKIP Ujung Pandang serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akhirnya status cabang kedua lembaga pendidikan tinggi tersebut di atas ditingkatkan menjadi “UNIVERSITAS NEGERI YANG BERDIRI SENDIRI”, dengan nama UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD) sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1981 tanggal 14 Agustus 1981, berdasarkan Keputusan Presiden tersebut Untad terdiri atas 5 (lima) fakultas :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Fakultas Ekonomi.
Fakultas Hukum.
Fakultas Pertanian.
Dalam perkembangan selanjutnya bertambah lagi dua fakultas yaitu Fakultas Teknik sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0378/0/1993 tanggal 21 Oktober 1993 dan Fakultas MIPA.

Dari 7 (tujuh) fakultas yang ada, saat ini Universitas Tadulako menyelenggarakan Pendidikan Program Sarjana dan Program Diploma dengan 23 (dua puluh tiga) Program Studi.

Kawasan Pariwisata Dan Petualangan Terpendam di Jantung Borneo

Kawasan Hulu-hulu sungai dikalimantan tengah, secara umum memiliki kekayaan alam dan karakteristik yang hampir sama. baik dilihat dari topografi, ekologi, maupun potensi-potensi lainnya terutama sumber daya alam. akan tetapi belum banyak yang melakukan aktifitas untuk membangun dan memprioritaskan kawasan tersebut untuk dijadikan daerah tujuan wisata, penelitian dan petualangan. walaupun pemerintah daerah setempat sudah memiliki planing untuk pengembangannya, namun hal ini belum menjadi acuan bagi para penggiat alam bebas dan peneliti. Hal ini disebabkan oleh minimnya data/informasi serta tingginya biaya transportasi.
Ketika penulis berada disalah satu hulu sungai dijantung kalimantan, tepatnya daerah aliran sungai (DAS) Miri (anak sungai kahayan, salah satu sungai besar dikalimantan) yang berada di kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah. kawasan ini masih memiliki potensi-potensi yang luar biasa untuk dieksplorasi khususnya bagi dunia pecinta alam dan penelitian karena kawasan ini kaya akan kearifan lokal, flora fauna endemik kalimantan dan sangat menantang bagi penggiat alam bebas.

Ada beberapa nama lokasi yang menarik dikawasan ini, khususnya bagi penggiat alam bebas. lokasi atau daerah tersebut antara lain :

1. Puruk Sandukui atau Bukit Telunjuk
kawasan bukit yang terbentuk dari batuan andesit berwarna kehitam-hitaman yang berbentuk telunjuk sehingga pada
mumnya banyak yang mengenalnya dengan sebutan Bukit Telunjuk.menurut kearifan lokal, kawasan ini merupakan kawasan adat dan memiliki nilai history (budaya) yang sampai saat ini masih dijalankan oleh masyarakatnya (suku dayak). bagi penggiat alam bebas khususnya panjat tebing (Rock Climbing),lokasi ini sangat cocok untuk aktifitas buka jalur panjat karena ketinggian tebingnya sekitar 250 meter dan sampai saat ini belum ada yang berhasil mencapai puncaknya. jarak lokasi dengan desa terakhir (Tumbang Masukih) sekitar 10km, informasinya salah satu organisasi Pecinta Alam MAPALA COMODO fakultas ekonomi Univ. Palangkaraya propinsi kalimantan tengah, sekitar awal 2000-an pernah melakukan ekspedisi panjat tebing didaerah ini. Karena minimnya perlatan panjat sehingga belum berhasil membuat jalur panjat ditebing ini.

2. Sungai Miri
Daerah Aliran Sungai ini sangat cocok untuk aktifitas arung jeram atau rafting dengan panorama alam yang masih terjaga kelestariannya. masyarakat lokal khususnya masyarakat dayak, menjadikan sungai ini sebagai salah satu jalur transportasi utama menuju lokasi ladang, berburu dan kedesa-desa sekitarnya dengan alat transportasi yang digunakan bernama jukung(perahu tradisional) dengan bantuan mesin. lokasi daerah aliran sungai yang bisa dijadikan titik star bagi aktifitas arung jeram berada sekitar 15 km dari desa terakhir (desa Harowu) dan diperkirakan jalur pengarungan sekitar 50 km dengan waktu tempuh selama 5 hari atau 10 km/hari. sungai ini apabila dilihat dari tingkat kesulitannya (Grid)diperkirakan antara 2-4.

Photo : Puruk Sandukui/Bukit telunjuk, tampak dari atas


Photo : Pengarungan dengan perahu/Jukung di Salah satu Jeram sungai Miri


Photo : kearifan tradisional yang masih lestari, menangkap ikan dengan peralatan seadanya

ini hanya sedikit dan sekilas informasi yang mungkin dapat menarik perhatian para pihak yang mungkin aktifitasnya bersentuhan dengan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan tersebut, misalnya pemerintah setempat, peneliti, wisatawan dan penggiat alam bebas. sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan secara adil, baertanggung jawab, berwawasan lingkungan, berkelanjutan dan tetap lestari serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. karena informasinya, kawasan ini telah menarik perhatian investordalam dan luar negeri seperti perkebunan kelapa sawit, hak pengelolaan hutan (HPH) dan tambang (emas dan batu bara). Sampai hari ini masih terbukti sebagai perusak lingkungan No 1, penghancur kelangsungan hidup flora fauna endemik serta penyebab konflik-konflik sosial dan ekonomi dinegeri ini. (HS)

Rabu, 01 Februari 2012

Gunung Katopasa Sulit Dipulihkan


"Tim Ekspedisi II Buka Jalur tahun 1996, MAPALA LALIMPALA"

Tim Aksi Peduli Katopasa tiba di Desa Mire, Kecamatan Ulu Bongka, Kabupaten Tojo Una-una pada hari Jum’at (27/1/2012). Tak banyak yang dilakukan tim hari itu selain beristirahat, berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Segala sesuatu mesti disiapkan untuk acara pembukaan esok.

Aksi Peduli Katopasa merupakan kegiatan yang digagas oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Lalimpala yang berkedudukan di FKIP Universitas Tadulako. Aksi ini meliputi sosialisasi kepedulian lingkungan, penyusuranan rancangan regulasi yang mengatur aktifitas pendakian di Gunung Katopasa serta pembangunan kembali tugu puncak di ketinggian 3000 meter dari permukaan laut (mdpl).

Esok harinya, tim bersama pemerintah Desa serta tokoh masyarakat menggelar sosialisasi pentingnya perlindungan kawasan gunung Katopasa. Acara diselingi dengan pemutaran film documenter pendakian hari kemerdekaan, Agustus 2008 serta film krisis iklim yang bertajuk “Demam” kerjasama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan beberapa lembaga internasional.

Hari itu pula, setelah sosialisasi, elemen masyarakat bersama menyepakati rancangan regulasi untuk segala macam aktifitas di kawasan gunung Katopasa. Ada enam poin yang disepakati, diantaranya siapa pun yang melakukan aktifitas di kawasan tersebut mesti sepengetahuan dan seizin pemerintah desa.

Penggiat alam bebas pun akan diregistrasi jumlah personel dan jumlah logistic yang dibawa. Dilarang membuang sampah pada jalur pendakian merupakan poin lain dari aturan itu, logistik yang teregistrasi akan dicek kembali sampahnya.

Aksi Peduli Katopasa dilatarbelakangi oleh pengrusakan Tugu Puncak di gunung tertinggi ke dua di Sulawesi tengah ini. Pengrusakan itu terjadi pada pertengahan 2009 silam, dimana sekelompok orang menggali lubang raksasa tepat disekitar tugu dengan alas an mencari emas peninggalan Belanda.

“Aturan ini akan kami buatkan buatkan dalam Peraturan Desa,” ucap Kepala Desa Mire. Acara ditutup dengan pembentukan dan deklarasi kelompok pengawas aktifitas di kawasan gunung Katopasa. Kelompok yang terdiri dari pemuda dan tokoh adat inilah yang bertanggungjawab menjalankan aturan.

Sanksi pun telah diatur, sanksi sesuai undang-undang Negara untuk pelanggaran yang berdampak massif dan sanksi adat bagi pelanggaran yang berdampak lokal.

Minggu, (29/1/2012) pagi tim yang bertugas membangun kembali tugu puncak, berangkat dari kediaman Kepala Desa Mire. Tim rencananya akan mengabiskan waktu satu minggu hingga kembali ke Desa Mire.

Menurut Ketua Umum Mapala Lalimpala, Supriadi kondisi puncak Katopasa sulit untuk dipulihkan kembali. “Lubang raksasa telah menggantikan tugu penanda tanah tertinggi Tojo Una-una itu, tapi setidaknya kami ingin mencegah kerusakan yang lebih parah lagi,” katanya. (Ojan)

Sumber : http://www.silolangi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=206%3Agunung-katoapasa-sulit-dipulihkan&catid=49%3Aaksi&Itemid=112